Kedudukan Tersangka dan Kesalahan "Telaah Asas Presumtion Of Innocent" -->
Cari Berita

Free Space 970 X 90px

Kedudukan Tersangka dan Kesalahan "Telaah Asas Presumtion Of Innocent"

Friday, March 30, 2018

Oleh : Harmoko M.Said

 Mantan Ketum IMM Cabang Bima, Harmoko M.Said
BIMA, MIMBARNTB.COM | Sangat di sayangkan ada banyak peristiwa yang terjadi di negeri ini baik dari pusat maupun daerah yang masih main hakim sendiri. Terkadang lewat media sosial orang mengatakan kata-kata yang mengarahkan bahwa seolah-olah orang yang melakukan peristiwa itu bersalah, padahal yang menentukan salah dan benar seseorang itu adalah hakim yang mempunyai kewenangan untuk mengadili dan memutuskan orang itu bersalah atau tidak. Sebelum orang dinyatakan bersalah oleh hakim, dalam setiap jenjang pemeriksaan berlaku baginya asas praduga tidak bersalah (Presumtion Of Innocent).

Asas praduga tidak bersalah (Presumtion Of Innocent) adalah suatu perbuatan yang dianggap belum dikatakan bersalah sebelum ada keputusan hakim yang berkekuatan hukum tetap (ingkrah).
Selama suatu peristiwa masih dalam proses penyelidikan, penuntutan dan atau tahap persidangan, baik itu di Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), maupun Mahkama Agung (MA) belum dapat dikatakan bersalah terkecuali peristiwa itu sudah diputuskan oleh hakim dan punya kekuatan hukum tetap (ingkrah). Asas praduga tidak bersalah telah dirumuskan dalam undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman nomor 48 tahun 2009 dan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman berbunyi “setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan dimuka persidangan pengadilan, wajib dianggap tak bersalah sampai ada putusan pengadilan yang mengatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”. Sedangkan dalam KUHAP butir 3 huruf c berbunyi “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan dimuka persidangan pengadilan, wajib tidak dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Asas praduga tak bersalah kalau dilihat pada tekhnis yuridisnya atau segi penyidikan dinamakan prinsip akusator. Prinsip akusator menempatkan posisi tersangka atau terdakwa dalam setiap level pemeriksaan sebagai subyek bukan sebagai obyek, namun yang menjadi obyeknya adalah kesalahan itu sendiri.
Secara teoritis hak tersangka atau terdakwa sudah setaraf dengan polisi, kejaksaan dan hakim yang memeriksanya dalam kedudukan hukum. Penegak hukum berhak menuntut pelakunya sebagaimana digariskan dalam kitab undang-undang hukum acara pidana sebagaimana dijelaskan dalam pasal 50 ayat 1, ayat 2 dan pasal 51 ayat 1 dan 2.

Menurut M. Yahya harapan, asas praduga tak bersalah yaitu setiap orang harus dianggap tak bersalah sebagai hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap tersangka atau terdakwa, sampai kesalahanya dapat dibuktikan dalam persidangan. Hak asasi manusia inilah yang menjadi prinsip dalam penegakan hukum yang diamanatkan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Walaupun kita sadari bahwa dalam kenyataannya hak-hak tersangka atau terdakwa belum sepenuhnya diterapkan dalam proses penegakan hukum dewasa ini, namun lebih cenderung penegak hukum dan masyarakat menghukumi seseorang walaupun belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. 

Dalam hukum pidana bukan saja hak-hak korban yang harus dilindungi tapi hak-hak tersangka juga harus dilindungi. Kenapa demikian, karena dalam diri tersangka atau terdakwa berlaku asas praduga tak bersalah (Presumtion Of Innocent) dan sebagai manusia melekat hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. 

(Dinyan)