PERISTIWA ’65 Antara Rekayasa dan Konspirasi -->
Cari Berita

Free Space 970 X 90px

PERISTIWA ’65 Antara Rekayasa dan Konspirasi

Wednesday, June 14, 2017

Penulis        : EDY SUPARJAN

Bima, Mimbarntb.com - Perdebatan mengenai Kontroversi G 30 S/PKI. Walau sudah banyak buku-buku yang beredar membahas tentang Gestapu. Namun, oleh penulis masih "belum secara detail membongkar keterlibatan pelaku-pelaku gerakan tersebut". Beberapa buku masih banyak yang cenderung berpihak kepada salah satu tokoh yang dianggap mengetahui kejadian yang sebenarnya. Misalnya Buku yang ditulis oleh Prof. Asvi Warman Adam cenderung mengkultuskan Bung Karno sementara Soeharto di telanjangi. Begitu juga dengan Buku yang ditulis Yusuf Wanandi cenderung membela Soeharto. Penulis "sependapat dengan analisis Prof. Salim Haji Said yang melihat Gestapu merupakan gerakan penculikan untuk pendaulatan". Sehingga penulis meyakini G 30 S adalah sebuah rekayasa asing yang mengadu domba elit politik Indonesia. Kemudian beberapa elit yang berkepentingan melakukan konspirasi bersama untuk melawan musuh bersama contohnya Biro Khusus dengan PKI melakukan pembantaian terhadap Jenderal Angkatan Darat. Di sisi lain, mahasiswa, Ormas Islam dan Angkatan Darat sebagai musuh PKI ikut juga melakukan tuntutan pembubaran PKI. 

Pada BAGIAN I penulis menguraikan kembali latar belakang perkembangan Komunsime di Indonesia, poin ini penulis menjelaskan awal kemunculan "Komunisme di Indonesia yang dipelopori oleh Snevlit, kemudian pemberontakan pertama kali Komunis pada tahun 1926-1927 yang meletus di Sumatera Barat dan Banten pemberontakan tersebut terlalu dini sehingga cepat ditumpas oleh Belanda sehingga membuat para pimpinannya di buang ke Boven Digul". Setelah itu, penulis menguraikan pemberontakan Madiun tahun 1948 yang diawali kekacauan yang terjadi di Solo. Oleh Muso dan Suripno mengkampanyekan pembentukan Negara Republik Indonesia Soviet. Kemudian penulis menjelaskan kondisi politik pada tahun 1960an, dimana pada saat itu Bung Karno kurang percaya lagi dengan partai Masyumi dan PSI sehingga partai tersebut dibubarkan, diantaranya karena keterlibatan partai tersebut pada pemberontakan PRRI/Permesta, selain itu, Indonesia sedang genjar melakukan politik Konfrontasi dengan Malaysia sehingga membutuhkan banyak sekali pasukan militer dalam rangka melakukan operasi di Malaysia, disisi lain Indonesia sedang menghadapi operasi pembebasan Irian Barat. Dalam kondisi seperti itu, banyak pimpinan Angkatan Darat kurang setuju dengan politik Konfrontasi dengan Malaysia alasannya Indoensia butuh pemulihan ekonomi selesai pemberontakan Kartosuwiryo di Jawa Barat dan lebih fokus ke pembebasan Irian Barat. 
Pada poin detik-detik sebelum G 30 S penulis menjelaskan ditemukan dokumen Ghilchrist yang menyatakan bahwa ada dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta pada tanggal 5 Oktober 1965, setelah diselidiki ternyata dokumen tersebut palsu. Kemudian PKI mengusulkan kepada Presiden Akan pentingnya sebuah Angkatan kelima untuk membantu Angkatan lain dalam operasi pengganyangan Malaysia ternyata Angkatan Kelima tersebut adalah Buruh dan Tani yang akan dipersenjatai, hal ini ditolak mentah-mentah oleh Jenderal Yani, yang membuat Soekarno semakin percaya akan adanya Dewan Jenderal yang mengkudeta dirinya nanti. Kedua isu ini semakin memanaskan antara hubungan antara Soekarno dengan Angkatan Darat. Dan Angkatan Darat dengan PKI. Lalu pada poin Kronologis G 30 S penulis menjelaskan kondisi pada saat malam pembantaian kebanyakan pasukan berasal dari Cakrabirawa, Yon Raiders 454 dan 530 serta beberapa dari pemuda rakyat, point penting pada malam ini Nasution lolos anaknya tertembak mati, anehnya baik di rumahnya Nasution maupun Yani tidak ada CPM yang menjaganya, apalagi saat itu Jenderal Yani tidak bersama istrinya. Ia tidur bersama anak-anaknya. Bagian akhir BAB ini penulis menjelaskan alasan Presiden Soekarno berada di Halim yaitu terdapat pasukan liar yang berada di Istana. Setelah Soekarno berada di Halim dan mengumpulkan perwira tinggi dan bertemu dengan pimpinan G 30 S, muncul dugaan dari kelompok Soeharto bahwa Sang Presiden terlibat dalam peristiwa tersebut. Apalagi Presiden mengangkat Pranoto untuk menggantikan Jenderal Yani, bukannya mengangkat Jenderal yang bersih dari pengaruh PKI. Usaha kudeta gagal karena Soekarno menolak untuk mendukung kelompok pemberontak tersebut. Soepardjo diperintahkan untuk menghentikan gerakan, para tokoh seperti Untung dan Latief mulai memikirkan tempat persembunyian mereka. Bahkan Aidit hari itu juga berangkat ke Yogya menggunakan Pesawat AURI. 

Kemudian pada BAGIAN II ini penulis menjelaskan terkait beragam versi mengenai Gestapu (G 30 S/PKI) mulai dari dalang utamanya adalah PKI, selanjutnya Konflik Internal Angkatan Darat, Soekarno, keterkaitan Soeharto dengan para pelaku Gerakan, dan terakhir mengenai intervensi dan keterlibatan pihak Asing seperti Amerika lewat CIA nya. Di bagian akhir Bab ini penulis mencoba menelaah tradisi penculikan dalam sejarah modern Indoensia yaitu pada jaman Revolusi ketika beberapa pemimpin Indonesia seperti Soekarno-Hatta diculik dan dibawa ke Rengasdengklok dipaksa untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, kemudian penculikan Otto Iskandar Dinata, penculikan PM Syahrir, pola penculikannya hampir sama tujuannya yaitu untuk di daulat. Begitu juga dengan pennculikan 6 Jenderal tersebut dalam rangka untuk di daulat dan mengamini Nasakomisasi di Bidang Militer dan pembentukan Angkatan Kelima. Dalam hal ini, penulis berpandangan sama dengan Prof. Salim Haji Said. 
Pada BAGIAN III buku ini. penulis menjelaskan beberapa profil pelaku dan saksi pada peristiwa G 30 S seperti Syam Kamaruzaman, Bambang Widjanarko dan Mayjen Pranoto Reksosamudro. Pada mulanya Syam merupakan pimpinan Buruh, pada jaman revolusi Syam pernah bergabung dengan kelompok Pathuk Yogyakarta dia adalah anak buahnya Mugdigdo kepala Polisi di Jawa, disinilah awal pertama kali Syam berkenalan dengan DN Aidit yang merupakan menantunya Mudigdo. Penulis percaya bahwa Syam bukan agen ganda Syam murni adalah agen PKI yang disusupkan kedalam TNI dan membentuk Biro Khusus. Mengenai kesaksian Bambang Widjanarko yang menuduh bahwa Soekarno memerintahkan Letkol Untung dalam rangka penculikan Jenderal tersebut, bisa saja kita ragukan, namun perlu diperhatikan bahwa kesaksian tersebut dibongkar ketika Soekarno wafat, pada saat Soekarno hidup kesaksian tersebut tidak pernah dipublikasikan. Apakah ini berkaitan dengan pemilu 1971 atau bukan. Pada poin lain, penulis menjelaskan mengenai sikap patriotnya Mayjen Pranoto sebagai Angkatan Darat yang mengamini segala kesepakatan bersama yang ada di MBAD, walau Presiden Soekarno telah mengangkat Pranoto sebagai pengganti Jenderal Yani, sementara Mayjen Soeharto sudah terlanjur mengambil alih pimpinan Angkatan Darat, Pranoto lebih memilih kesepakatan bersama mereka dikalangan MBAD ketimbang mengikuti garis komando dari Soekarno. namun ujung-ujungnya Pranoto tetap di curigai dan kemudian di penjara dengan tuduhan simpatisan PKI. 

Pada bagian III ini juga penulis menambahkan terkait pergolakan daerah pasca Gestapu serta penangkapan orang-orang yang terlibat Gestapu, kemudian reaksi mahasiswa setelah mendengar penculikan terhadap beberapa jenderal sampai aksi-aksi penurunan harga serta menuntut pembubaran PKI selanjutnya pada Bab ini penulis menjelaskan terkait Supersemar yang mengantarkan Soeharto menjadi Presiden secara defacto. Pada poin Eksplanasi G 30 S pada Kurikulum, penulis sengaja menambahkan karena di dalam kurikulum G 30 S juga menjadi kontroversi karena pada tahun 2004 kata PKI pada mata pelajaran sejarah pernah di hapus. Kemudian pada Kurikulum KTSP kata PKI kembali tercantum, lalu muncul lagi masalah baru, karena G 30 S merupakan materi yang kontroversi, sehingga pada Kurikulum 2013 materi G 30 S dijelaskan secara kontroversi dengan banyak versi, bukan lagi PKI semata sebagai pelaku akan tetapi banyak dalang lain yang terlibat. G 30 S menjadi isu yang kontroversi dan membingungkan guru-guru sejarah. 
Diakhir bab ini, penulis mencoba membahas kembali terkait isu permintaan maaf pemerintah kepada korban G 30 S/PKI, bahwa dengan masih berlakunya TAP MPRS Nomor XXV/ 1966 tentang larangan Marxisme dan Leninisme serta TAP MPR Nomor 1/2003. Dengan sendirinya soal permintaan maaf pemerintah kepada korban G 30 S/PKI merupakan sesuatu yang sangat keliru, kecuali TAP MPRS tersebut dicabut. Dan pemerintah akan melegalkan kembali ideologi komunis hidup kembali di Bumi Nusantara. Pada poin sebuah Renungan bahwa sejarah Indonesia tidak lepas dari pemberontakan-pemberontakan baik yang berasal dari karena kepentingan maupun ideologi, sehingga kita sebagai generasi sekarang harus belajar dari sejarah dan solusi terakhir adalah kembali ke Pancasila sebagai ideologi yang disepakati bersama.

Penulis        : EDY SUPARJAN
Opini