Cara Kekerasan Yang Tidak Demokratis Membungkam Kekuatan Prodemokratis -->
Cari Berita

Free Space 970 X 90px

Cara Kekerasan Yang Tidak Demokratis Membungkam Kekuatan Prodemokratis

Sunday, September 2, 2018

  1. Delian Lubis 
BIMA, MIMBARNTB.com | Fenomena kekerasan dalam melawan atau untuk membungkam kekuatan rakyat (prodemokrasi) bukan hal baru dalam perjalanan bangsa kita, hal tersebut tercermin dari berbagai kejadian reprisifitas yang pernah terjadi di negara ini, terutama yang sangat masif pernah terjadi ketika zaman orde baru, kita bisa sebutkan serangkaian kejadian represif mulai dari peristiwa 65, tanjung periok, malari 27 juli dan masih banyak yang lainnya. Ketika bola reformasi digulirkan pada tahun 1998 kita memiliki harapan besar bagaimana terbukanya kran demokrasi yang begitu besar harusnya mampu menghilangkan budaya kekerasan sebagai penghambat dalam kehidupan demokrasi di negeri ini.
Lalu muncul sebuah kecurigaan yang sangat luarbiasa tendensius bahwa kekerasan adalah sesuatu yang muncul dan mengakar dalam budaya nusantara (indonesia)? tentu saja ini tuduhan yang tidak beralasan karena hampir di semua kultur suku dan daerah di indonesia mengenal dengan apa yang di namakan musyawarah mufakat dan gotong royong dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul (terutama yang berkaitan dengan perbedaan pendapat). 

Bahkan founding father kita mengatakan pancasila sebagai dasar negara yg terdiri dari 5 sila ketika diperas menjadi trisakti dan diperas lagi menjadi satu kata yaitu gotong royong, lalu bagaimana mungkin di negeri yang mengatakan gotong royong sebagai landasan hidupnya tumbuh subur cara-cara kekerasan dan represifitas. Bahkan di tingkatan daerah hal tersebut semakin masif dipertontonkan. 

Yang terbaru kejadian di kabupaten Bima yang memiliki moto Bima Ramah, bagaimana kejadian (sempat viral) pengejaran dan usaha pembunuhan yang di alami oleh saudara Dilon sitorus oleh oknum preman bayaran akibat mengkritisi kebijakan proyek jalan tani yang menyerobot lahan sekolah SMP 3 madapangga adalah tindakan yang tidak manusiawi dan menciderai nilai-nilai demokratis.

Merunut dari kejadian tersebut ada beberapa indikasi yang bisa ditemukan antara lain :

Pertama : Bahwa tindakan represifitas/premanisme ini adalah usaha untuk  menyembunyikan kebusukan yang terjadi pada pengerjaan proyek jalan tani yang berasal dari dana aspirasi DPRD Kabupaten Bima.

Kedua : Bahwa elit pemangku kebijakan di kabupaten Bima sengaja melakukan pembiaran terhadap tindakan keji ini terbukti belum ada tindakan maupun pernyataan yang dikeluarkan pihak berwenang  (DPRD dll.) Dalam menyelesaikan persoalan tersebut terutama yang berkaitan dengan pengerjaan proyek jalan tani yang dianggap bermasalah tersebut.

Ketiga : Lemahnya penegakan hukum terhadap persoalan semacam ini (represifitas terhadap demonstran) karena ini bukan pertama kali kejadian semacam ini terjadi di Kabupaten Bima, banyak yang penyelesaiaan tidak jelas bahkan kalaupun ada yang dihukum hanya pelaku di lapangan tanpa mampu menyentuh siapa aktor intelektual di balik itu. Sehingga hukum tidak mampu memberikan efek jera terhadap pelaku (terutama aktor intelektual). 

Keempat : Untuk mengurai hal tersebut di atas tentu saja sangat membutuhkan kesatuan pandangan dan gerak dari semua pihak sehingga tindakan-tindakan semacam ini tidak terulang kembali. Tentu saja harus ada persatuan yang masif dari seluruh elemen prodemokrasi untuk mengawal persoalan ini, sehingga hal ini bukan lagi hanya menjadi persoalan kelompok atau organisasi tertentu tapi merupakan persoalan seluruh elemen prodemokrasi karena tindakan represif/atau premanisme adalah tindakan yg mengganggu nilai-nilai demokrasi.

Kelima : Bahwa penegakan hukum tidak boleh tebang pilih dalam pelaksanaannya sehingga ketika hukum ditegakkan tentu mampu menjadi alat kontrol yang efektif dan memberikan efek jera bagi pelaku tindakan kekerasan/premanisme.

Dan Keenam : Yang tidak kalah pentingnya adalah sudah saatnya kita mengevaluasi kembali aplikasi dan efektifitas moto bima ramah dalam kehidupan berpolitik sosial dan budaya bahwa moto bima ramah harus difokuskan kepada pelaksana birokrasi, DPRD dan seluruh pemangku kebijakan sehingga mampu melahirkan kebijakan yang bernafaskan ramah dan mampu menyelesaikan masalah dengan cara-cara yang ramah sesuai dengan pemerintah Kabupaten Bima. 

Penulis oleh : Delian Lubis.