Aktifis FPPD Adukan Panitia Ajudikasi Sertifikat Program PTSL di Kejari Bima -->
Cari Berita

Free Space 970 X 90px

Aktifis FPPD Adukan Panitia Ajudikasi Sertifikat Program PTSL di Kejari Bima

Monday, April 8, 2019

BIMA, MIMBARNTB.com - Tiga orang aktivis dari Forum Pemuda Pemerhati Desa (FPPD) NTB, Senin (8/4) pagi mendatangi kantor Kejari Bima untuk mengadukan adanya indikasi dugaan pungutan liar (pungli) diduga dilakukan oleh panitia Ajudikasi sertifikat Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) dari lima desa di Kecamatan Belo, yaitu desa Ngali, Lido, Soki, Ncera dan Diha.

Berkas pengaduan tersebut diserahkan oleh Anwar Sadat, Muslim Akbar dan Nahrudin perwakilan dari FPPD NTB dan diterima oleh Nurhayati bagian Tata Usaha Kejaksaan Negeri Raba Bima.

Usai menyerahkan pengaduan, Nahruddin mengatakan berawal dari adanya informasi masyarakat yang resah dengan adanya dugaan penarikan uang bervariasi mulai Rp150 ribu, Rp 200 ribu bahkan mencapai angka Rp 350 ribu bertentangan dengan Undang-Undang Agraria nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Permen Agraria dan Tata Ruang nomor 1 tahun 2017, nomor 12 tahun 2017 dan nomor 6 tahun 2018 tentang PTSL. 

"Hal ini yang membuat kami selaku pengurus FPPD NTB merespon dan mempelajari, melaporkan ke pihak yang terkait kebijakan tersebut dan kami menemukan banyak kejanggalan," tutur Nahruddin.

Kata dia, seluruh aturan tersebut menegaskan bahwa kegiatan sertifikat Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pembiayaannya sudah dibebankan di ABPN, APBD dan/atau DIPA. Artinya sertifikat program PTSL yang dilaksanakan tahun 2019 pada 5 (lima) Desa diatas sudah memiliki alokasi dana khusus dari Pemerintah. 

"Kesalahan yang cukup fatal bagi kami bahwa Panitia Ajudikasi PTSL menjadikan SKB 3 Menteri sebagai dasar acuan untuk memungut biaya Rp 350 ribu tersebut yang pada substansinya SKB 3 Menteri tersebut tidak ada kaitannya dengan PTSL melalui program Nasional Agraria (PRONA) karena dalam UU nomor 6 tahun 2018 cukup detail menjelaskan perbedaan PRONA/PRODA dan SMS yang semua itu memiliki acuan pembiayaan," lanjutnya. 

Dia menegaskan, acuan SKB 3 Menteri yang dijadikan landasan Panitia Ajudikasi PTSL tersebut bukan acuan untuk Program Nasional Agraria (PRONA), tetapi acuan itu sesungguhnya hanya mengatur Sertifikat Massal Swadaya (SMS) atau besaran biaya yang dibebankan kepada Pemerintah Daerah bukan kepada Masyarakat. 

"Jadi Panitia Ajudikasi PTSL cukup keliru dalam memahami dan menerapkan SKB 3 Menteri tersebut dan dinilai sangat merugikan masyarakat dengan taksiran Rp 1.890.000.000.00 (satu miliar delapan ratus Sembilan puluh juta)," bebernya. (*timuba*)