Demokrasi Merenguk Nyawa : Akumulasi Problem Demokrasi Indonesia -->
Cari Berita

Free Space 970 X 90px

Demokrasi Merenguk Nyawa : Akumulasi Problem Demokrasi Indonesia

Saturday, April 27, 2019

Ilustrasi 
Oleh : Harmoko
Mahasiswa pascasarjana fakultas hukum universitas Indonesia

Pemilu adalah teater politik sebagai ajang perebutan kekuasaan, demokrasi yang diharapkan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah, yang didalam menjamin rasa aman, nyaman, damai dan sejahtera tapi kini telah merenguk nyawa manusia yang tak berdosa.

Bangsa Indonesia sedang mengalami “Duka Demokrasi”. Realitas demokrasi begitu sangat buram. Demokrasi bagaikan sosok mahluk yang menakut-nakuti rakyat yang tak berdosa.

Bukankah tujuan demokrasi adalah untuk memakmurkan dan memberikan keamanan bagi manusia, Demokrasi hadir atas nama Negara, maka tepatlah disebutkan bahwa Negara kini telah menjadi “leviathan” atau sosok mahluk yang menakutkan.

Pelaksanaka Pemilu serentak 2019 telah menghilangkan nyawa manusia. Yang meninggal dunia sebanyak 230 anggota KPPS, dan jatuh sakit sebanyak 1.671 anggota KPPS. Sementara dari pengawas pemilu sebanyak 55 orang meninggal dunia, yang sakit rawat Inap 85 orang,, rawat jalan 137 orang, kekerasaan 15 orang dan kecelakaan 74 orang. Dan orang-orang yang meninggal ini adalah korban sistem. Dari jumlah korban jiwa yang ada siapakah yang bertanggung jawab..?

Dalam konstitusi tugas Negara adalah melindungi hak hidup manusia yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari HAM. KPPS, PPK, dan panitia pengawas pemilu baik ditingkat kecamatan maupun desa, mereka dibentuk berdasarkan printah undang-undang. Maka sudah sepantasnya mereka di lindungi, karena printah undang-undang juga mereka melaksanakan tugas atas nama Negara.

Dalam konteks ini Negara menurut saya harus bertanggung jawab atas meninggalnya para pejuang demokrasi, mereka menjalankan tugas atas nama Negara maka akan sangat berdosa bagi pemimpin bangsa ini bila dia tidak bertanggung jawab, sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara harus bertanggung jawab. meninggalnya para penjuang demokrasi adalah merupakan korban sistem. Jadi untuk penyelenggara pemilu paling tidak pemilu kali ini menjadi catatan penting untuk mengevaluasi diri untuk pemilu kedepan.

Problem Yang terjadi pada pemilu tahun 2019 ini adalah akumulasi dari problem sistem bangsa indonesia. Berdasarkan peristiwa demokrasi yang menghilangkan nyawa ratusan manusia, maka ada hal mendasar yang harus di evaluasi dan catatanoleh semua kalangan adalah sebagai berikut :

Pertama, Demokrasi pada prinsipnya boleh sama tapi pada prakteknya bisa berbeda-beda tergantung karakter dan budaya bangsa itu sendiri. Persoalan yang di hadapi oleh bangsa ini adalah proses revolusi kebudayaan dan revolusi peradaban dalam rangka mencari sistem demokrasi yang baik berdasarkan karakter dan budaya indonesia. Pemilu serentak pernah dilaksanakan di marika serikat. Hanya saja budaya orang amerika dengan orang Indonesia berbeda maka dalam konteks itu demokrasi yang pernah dilakukan oleh bangsa lain tidak boleh ditelan mentah-mentah harus di sesuaikan dengan kultur dan budaya kita sendiri.

Kedua, munculnya ketegangan politik dikarena adanya petahana yang mencalonkan diri kedua kali, sehingga akan muncul paradigma bahwa dia akan menggunakan semua perangkat Negara untuk mendapatkan kekuasaan. Oleh karena itu politisi yang dipilih (election of politicians), harus dikurangi hanya satu periode untuk mengurangi ketegang di kalangan masyarakat. Sehingga kalau dibatasi maka istilah petahana tidak akan ada lagi. Pada konteks pemilu 2019, ketegang itu tinggi karena seorang petahana kembali mencalonkan diri.

Ketiga, ketegangan, ributnya baik para politicions maupun masyarakat karena dibatasinya calon presiden atau yang biasa disebut ambang batas 20% dan (presidential threshold), dengan adanya sistem seperti ini, politicions yang merasa diri memiliki kemampuan tapi dibatasi oleh sistem maka akan menimbulkan persoalan.

Tiga poin ini menjadi persoalnan utama dibalik peristiwa pemilu 2019. Dan kita tidak boleh melihat problem ini pada sudut pandang like and dislike tapi harus melihat hal mendasar dari problemnya bangsa ini, sehingga bisa dipetakan untuk diperbaiki.

Kualitas demokrasi di Indonesia dengan melihat hasil yang dicapai dalam kehidupan masyarakat tentu masih jauh dari tujuan demokrasi yang mensejahterakan dan memenuhi hak-hak individu. Namun, berkaca pada kondisi Indonesia di mana angka partisipasi masyarakat kelas menengah makin besar dan peningkatan capaian target Millenium Development Goals yang terus naik dibandingkan pemilu sebelumnya. Tapi dengan peristiwa pemilu2019 ini bisa dikatakan bahwa pemilu serentak kurang berhasil.

Pemilu di indonesia pernah di kritikan oleh Jan H Pierskalla dari Ohio State University, bahwa Pemilu di Indonesia bisa menimbulkan konflik, namun berdasarkan statistik dan analisis kuantitatif dalam risetnya, Pierskalla menemukan bahwa konflik umum dan bahkan konflik separatis di daerah dikarena fanatiknya terhadap para calon. Dengan hasil pemilu tahun 2019 ini maka akan semaking memperkuat kritikan dari Jan H.Pierskalla dari Ohio State University, tentang beberapa kasus baik itu tentang kecurang dan bahwkan tingkat penolak hasil pemilu di berbagai masyarakat.

Maka untuk pemilu 2019 ini harus menjadi catatan untuk pemilu kedepan, bagi pemerintah, legislative, dan penyelenggara berhati-hati dalam mendesain pemilu yang akan datang sehingga kualitasnya lebih bermartabat. Kalau tidak sejarah buruk terulang kembali seperti pemilu 2019. (uba02)